PEMUDA BUDDHIS UNGGUL

Suatu ketika, seorang pemuda yang merasa bahwa hidupnya sangat hampa, berkunjung ke salah satu Vihara pada hari Minggu di dekat rumahnya. Ia melihat banyak pemuda yang sedang melaksanakan tugasnya masing-masing, ada yang bertugas memimpin Puja Bakti, menyapa umat yang datang, menyiapkan konsumsi, hingga seorang penceramah yang memberikan Dhammadesana dengan suara lantang dan menggelegar. Lantas, pemuda tersebut pun berpikir “Mereka semua unggul dalam tugasnya masing-masing, namun saya sebagai pemuda Buddhis, mengapa tidak demikian?” Ia pun kembali ke rumahnya dengan muka murung karena merasa malu sebagai pemuda Buddhis yang pasif dalam kehidupannya. Hal tersebut pun berulang setiap minggunya, dan ia pun menjadi semakin putus asa, dari waktu ke waktu. Hingga pada suatu ketika, sebuah kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Sebuah kejadian yang mengubah pandangan hidup dari pemuda tersebut, yakni penyakit yang membuat pemuda tersebut merasakan kesakitan di seluruh bagian tubuhnya, seakan-akan hidupnya sangat menderita.

Pada malam hari pertama menderita penyakit tersebut, ia pun menetapkan sebuah tekad terhadap dirinya sendiri. Sebuah tekad yang akan dilaksanakan semasa hidupnya. Dalam batin, ia mengatakan “Apabila saya diberi kesempatan untuk sembuh, maka saya akan melewati hari-hari dengan mengubah hidup, menjadi lebih berarti.” Setelah bertekad dalam batin, ia pun tersentak, lalu tertidur dengan afirmasi yang ia pegang. Waktu pun mulai berlalu, dari hitungan hari menuju hitungan minggu, namun pemuda tersebut tak kunjung sembuh.

Bahkan, kondisinya semakin parah dari waktu ke waktu. Namun, ia tak kunjung berhenti bersabar, hingga suatu ketika ia membaca sebuah buku bacaan umat Buddha yang mengubah pola pikirnya, yakni Dhammapada. Terlintas, ia membaca sebuah syair dari Dhammapada 112 yang berbunyi “Daripada hidup seratus tahun, tapi malas dan tidak bersemangat, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari orang yang berjuang dengan penuh semangat.” Syair tersebut membuat pemuda tersebut tersentak, membuatnya sadar bahwa ia telah melewati hidupnya yang sangat berharga, hingga ia mulai berupaya untuk mengubah kondisinya tersebut. Bagaikan cahaya yang menerangi sebuah ruangan yang gelap, begitu pula yang dirasakan oleh pemuda tersebut, yakni adanya harapan baru. Tekadnya yang kuat pun membuat pemuda tersebut senantiasa menambah pengetahuan dan keyakinannya terhadap Buddha Dhamma.

Mulai dari membaca berbagai bacaan mengenai ajaran Buddha, hingga mendapatkan pengetahuan secara empiris terkait ajaran Dhamma dalam kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut berlangsung selama beberapa hari, hingga suatu saat, ketika ia akhirnya sembuh dan dapat beraktivitas kembali. “Inilah saatnya”, ucap pemuda tersebut dengan rasa antusias. Saatnya bagi ia untuk membuktikkan dirinya sebagai seorang pemuda Buddhis yang dapat menunjukkan karakterkarakter seorang Buddhis, sebagai seorang pemuda Buddhis yang unggul. Pemuda tersebut pun mulai terlibat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi keagamaan, mencari pergaulan baru yang bersifat membangun, hingga mulai mendalami literatur-literatur agama Buddha secara bertahap.

Pemuda tersebut yang mempelajari ajaran Buddha dengan tekun, pun mulai mengikuti berbagai kompetisi Dhammadesana. Pemuda yang merasa bahwa dirinya sudah siap, dan antusias akan menang, nyatanya mendapatkan hasil yang tidak sesuai ekspektasinya. Ia dinyatakan kalah, hingga ia menjadi jenuh dan merasa putus asa. Namun, ia teringat akan afirmasi yang pernah dibuat, dan ia mulai menggunakan kekalahan yang ia alami, sebagai motivasi untuk lebih berjuang dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti berbagai kompetisi. Ia mulai membekali dirinya secara empiris dengan melaksanakan meditasi, hingga mengikuti berbagai pelatihan Buddhis.

Usaha yang dilakukannya pun menghasilkan terpilihnya sebagai juara lomba Dhammadesana yang ia inginkan sejak lama. Pengalaman yang ia lewati pun mengajarinya nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pemuda Buddhis, yakni (1) berpengetahuan luas; (2) memiliki moralitas; (3) bijaksana; (4) toleran; hingga (5) keyakinan kokoh terhadap Buddha Dhamma. Konsistensi pemuda tersebut dalam mempelajari ajaran Buddha Dhamma, menjuarai berbagai kompetisi, dan menyebarkan ajaran-ajaran baik yang memotivasi ketika berceramah pun menarik perhatian umat Buddha lainnya.

Mereka menjadikan pemuda tersebut sebagai sebuah contoh, teladan, dan inspirasi gambaran seorang pemuda Buddhis yang unggul. Keunggulan dalam bidang spiritual, maupun non-spiritual yang mencakup kehidupan bermasyarakat sehari-hari. “Wah, sekarang kamu sudah unggul ya dalam bidang agama, sungguh menginspirasi orang, terutama diri saya”, ucap seorang teman dari pemuda tersebut. Pencapaian pemuda tersebut pun mulai melebar hingga ke skala nasional, dan internasional. Ia mewakili umat Buddha Indonesia di forum-forum diskusi, sambil menyebarkan ajaran-ajaran agung dari Sang Buddha kepada audiens yang hadir di acara-acara tersebut.

Nilai-nilai kebaikan senantiasa diucapkan dan dilontarkan dengan percaya diri dan keyakinan penuh di setiap forum yang ia hadiri, membawa inspirasi dan semangat untuk menjadi orang-orang yang hidup dengan moralitas baik. Seiring berjalannya waktu, pemuda tersebut mengalami rintangan-rintangan dalam hidupnya. Salah satunya adalah munculnya keraguan terhadap Buddha Dhamma, karena merasa bahwa selama ini, ia tidak mendapatkan hal-hal yang diinginkan olehnya. Ia pun mulai menyerah dalam menjadi seorang pemuda Buddhis yang menginspirasi. “Saya bisa menginspirasi orang lain, namun di saat ini saya tidak bisa menginspirasi diri sendiri”, ucap pemuda tersebut sambil menutup mukanya.

Namun, ia menyadari bahwa sesungguhnya diri sendirilah yang menentukkan nasibnya sendiri. Manusia seringkali menyalahkan pihak luar dan eksternal untuk sebuah hal, namun jarang melihat ke dalam diri sendiri dari internal untuk melihat segala sesuatu yang terjadi. Lantas, pemuda tersebut berpikir “Keinginan saya untuk bangkit membuat saya menjadi seorang pemuda Buddhis yang unggul, dan keinginan saya untuk menyerah membuat saya menjadi pemuda Buddhis yang hanya meratapi nasibnya.” Semenjak itu, ia pun menyadari bahwa segala sesuatu akan senantiasa berubah, sehingga ia belajar untuk “melepaskan” ketergantungan dan keinginan terhadap segala sesuatu yang muncul, berlangsung, dan lenyap, sesuai dengan yang dipelajarinya dalam pelatihan-pelatihan yang pernah ia ikuti. Pengalaman hidup tersebut membuat ia menjadi seorang pemuda Buddhis yang mulai berpikiran luas, mempraktikkan rasa toleransi dalam kehidupannya sehari-hari, hingga bersikap lebih dewasa ketika menghadapi berbagai situasi dalam hidupnya. Pemuda tersebut pun memutuskan untuk bangkit dari keputusasaannya, dan mulai melanjutkan perjuangannya untuk menyebarkan Dhamma yang indah di awal, pertengahan, dan akhir. Ia melakukan hal tersebut bukan hanya semata demi kebahagiaannya sendiri, namun demi kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk.

Mengetahui bahwa ia memiliki peranan yang penting, sebagai salah satu generasi penerus agama Buddha di Indonesia, ia pun bertekad untuk berpegang teguh pada Dhamma, menjadi sebuah teladan bagi pemuda Buddhis lainnya untuk mulai berkarya. “Sebagai seorang pemuda Buddhis, kita harus menciptakan hal-hal yang membanggakan bagi diri sendiri untuk bangsa dan negara demi Buddha Dhamma. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?” Ucap pemuda tersebut saat ia memberikan ceramah di salah satu Vihara. Tidak ada salahnya bagi pemuda untuk belajar dengan giat, berkarya dalam bidangnya, mengabdi pada Buddha Dhamma, hingga terlibat dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Tujuan utama terlahir sebagai manusia yakni “menjadi bermanfaat bagi orang lain.” Sehingga, dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, harapannya pemuda-pemuda Buddhis dapat dibentuk sedemikian rupa, sehingga menjadi pemuda Buddhis yang unggul dalam segala aspek kehidupan di berbagai sektor.

“Jadilah Pemuda Buddhis Yang Menginspirasi” ucap pemuda tersebut kepada setiap pemuda Buddhis lainnya yang ia temui. Menjadi pemuda saja tidak cukup, namun bagaimana caranya agar diri sendiri, maupun orang disekitarnya dapat terinspirasi untuk menjadi seorang pemuda yang unggul dalam kacamata Buddhis, yakni dengan adanya usaha yang sungguhsungguh untuk melakukan hal-hal mulia yang tak akan disesalinya di kemudian hari. Maka, merupakan sebuah hal yang sangat mulia apabila semua umat Buddha dapat mengembangkan kualitas batinnya untuk berkarya dan melayani Buddha Dhamma, seperti dalam kutipan Therīgāthā 7.1, yakni “Memperjuangkan ajaran Buddha, tak akan disesali setelah dilakukan.”

  • Penulis : Randy Liaw _ Pengurus Cabang HIKMAHBUDHI Jakarta Timur

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here