Majalah-hikmahbudhi.com Pancasila sebagai jalan tengah adalah jalan keseimbangan membangun bangsa dan negara, tidak ekstrim kiri juga tidak ekstrim kanan. Jika ideologi besar di dunia ini dikelompokkan dalam dua kutub yaitu ideologi yang berbasis pada demokrasi liberal dan ideologi yang berbasis pada sosialis komunis, maka Pancasila adalah titik temu di antara kedua ideologi besar tersebut.
Meskipun demikian, demokrasi dan sosialisme Pancasila berbeda dengan kedua ideologi tersebut. Demokrasi Pancasila menghendaki demokrasi musyawarah mufakat yang dilandasi oleh kebijaksanaan, sedangkan sosialisme Pancasila menghendaki keadilan dan kesejahteraan bersama atas semangat gotong royong, saling berbagi senasib sepenanggungan.Pasang Iklan
Pancasila sebagai jalan tengah juga mengandung makna sebagai titik keseimbangan dalam pembangunan bangsa dan negara. Hendaknya dalam pembangunan bangsa dan Negara memerlukan keseimbangan antara pembangunan yang bersifat duniawi dan surgawi atau materi (fisik) dan SDM (spiritualitas).
Pancasila tidak menghendaki pembangunan bangsa dan Negara yang semata-mata bertujuan untuk pemenuhan hawa nafsu duniawi yang bersifat fisik materi namun juga pembangunan watak kewargaan atau sumber daya manusia yang relijius, cerdas dan bijaksana.
Pancasila Jalan Pembebasan
Kemerdekaan bangsa mana pun di muka bumi ini hendak bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan, membebaskan warga bangsanya dari cengkraman penderitaan. Demikian dengan Indonesia merdeka hendak membebaskan penderitaan seluruh rakyat Indonesia dari cengkraman kolonialisme menuju masyarakat yang bahagia yaitu masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Oleh para pendiri bangsa, jalan pembebasan menuju kehidupan yang berbahagia itu telah ditetapkan yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai jalan pembebasan hendak menuntun bangsa dan Negara Indonesia untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara, mencapai cita-cita kemerdekaan. Menuntun seluruh bangsa Indonesia untuk terbebas dari penderitaan yang yang disebabkan oleh kemiskinan dan kebodohan.
Bahkan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila hendak menuntun bangsa Indonesia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin (duniawi dan surgawi). Namun dalam perjalanannya, Pancasila dihadapkan pada tantangan yang sangat kompleks baik itu tantangan dari dalam maupun dari luar. Terkait tantangan dari dalam, sesungguhnya Bung Karno telah mengingatkan bahwa dalam perjalanannya, Pancasila akan dihadapkan oleh bangsanya sendiri, “perjuanganku lebih mudah karena hanya mengusir penjajah, namun perjuanganmu lebih berat karena melawan bangsamu sendiri”.
Jika kita merenungkan, baik dulu, saat ini atau yang akan datang, sesungguhnya ada tiga tantangan atau hambatan yang selalu dihadapi oleh Pancasila sebagai ideologi negara yaitu yang pertama, kelompok orang yang berwatak rakus dan serakah yang hidup memberhalakan materi, mereka-mereka ini adalah para koruptor, para pelaku kolusi, dan nepotisme, serta para pengusaha hitam yang oleh Bung Karno disebut sebagai KaBir (kapitalis birokrat).
Kedua, kelompok-kelompok orang yang berwatak pembenci, intoleran, radikal yang anti keberagaman. Ketiga, kelompok-kelompok orang yang malas belajar sehingga sulit untuk membedakan antara yang berfaedah dan tidak berfaedah, yang benar dan salah sehingga mudah terhasut dan terprovokasi.
Ketiga watak di atas tidak hanya dapat merusak Negara namun dapat menghancurkan sebuah Negara jika terus dibiarkan berkembang. Maka dari itu, untuk menangkal ketiga watak tersebut, perlu dikebangkan tiga karakter Pancasila berikut ini. Pertama, karakter kesederhanaan yaitu karakter hidup yang tidak memberhalakan materi, bersahaja, memiliki rasa puas diri, senang berbagi.
Kedua, karakter cinta tanah air yaitu karakter welas asih yang diwujudkan melalui cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada alam semesta, dan cinta kepada sesama manusia. Ketiga karakter cerdas dan bijaksana yaitu kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksana.
Ketiga karakter ini akan menumbuhkan budaya atau karakter malu dan takut, yaitu rasa malu dan takut untuk berbuat hal-hal yang tidak baik, yang merugikan diri sendiri dan orang lain, yang merugikan bangsa dan negara.
Oleh Bung Karno, untuk menangkal ketiga watak yang menghambat Pancasila sekaligus untuk menumbuhkan tiga karakter Pancasilais di atas, telah merumuskan Tri Sakti sebagai strategi pembudayaan Pancasila.
Pertama, Pancasila menghendaki sistem berbangsa dan bernegara (sistem berpolitik) yang berdaulat. Sistem bernegara yang mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat. Dalam konteks saat ini, Pancasila sesungguhnya menghendakkan sistem bernegara yang transparan, terbuka, dan akuntabel.
Di era digital saat ini, pemerintah dituntut untuk menerapkan sistem pemerintahan yang berbasis pada sistem digital secara menyeluruh. Sistem digital yang terbuka akan mempersempit ruang bagi para koruptor dan pengusaha hitam yang merugikan Negara. Sistem digital sebagai ruang bagi pejabat publik untuk membangun keteladanan, malu pamer kemewahan di saat sebagian besar rakyat masih hidup dalam kesusahan, ruang bagi pejabat publik untuk menunjukkan keteladanan yang sederhana.
Sistem pemerintahan Pancasila menghendaki pemerintah untuk melakukan tindakan tegas terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) atau siapapun yang melakukan tindakan bertentangan dengan Negara. Pejabat publik dan ASN sebagai aktor utama pembudayaan Pancasila sebagai bentuk implementasi sistem bernegara yang Pancasilais.
Kedua, Pancasila menghendaki sistem ekonomi gotong royong yang berkeadilan, sistem ekonomi yang menghendaki para pengusaha besar berbagi kekuatan ekonomi dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap pelaku usaha kecil menengah di desa-desa. Sistem ekonomi yang berkeadilan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Ketiga, Pancasila menghendaki sistem pendidikan nasional yang bertumpu pada akar budaya sebagai kepribadian bangsa. Sistem pendidikan tidak hanya mencetak manusia yang cerdas tapi juga manusia yang bijaksana. Kondisi hari ini, di saat penetrasi dan infiltrasi budaya asing yang semakin kuat bisa menjadi ancaman tercerabutnya akar budaya bangsa.
Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang mengharusutamakan pembangunan budaya bangsa jika ingin menyelamatkan Pancasila sebagai ideologi Negara. Menghancurkan budaya sama dengan menghilangkan Pancasila karena Pancasila bersumber dari akar budaya.
Sebagai jalan pembebasan, Pancasila hendaknya oleh seluruh bangsa Indonesia selalu dijadikan sebagai cara pandang, cara berpikir, cara berucap dan cara bertindak. Selain itu, juga Pancasila hendaknya menjadi sumber kesadaran, sebagai sumber perenungan dan penghayatan sehingga selalu tumbuh, hidup, dan bersemi di dalam hati dan sanubari setiap anak bangsa.
Milenial dan Pancasila
Indonesia masa depan sangat ditentukan oleh watak dan karakter pemuda saat ini. Hanya pemuda yang memiliki karakter Pancasila yang akan mampu membawa burung garuda terbang tinggi yang tidak hanya mampu memayungi Indonesia tapi juga dunia. Karena itu, ketiga karakter Pancasilais di atas harus terus ditumbuhkembangkan di dalam diri setiap pemuda di Indonesia.
Mencintai budaya bangsa adalah keharusan bagi pemuda, yang tidak kalah penting adalah pemuda saat ini harus meneladani tokoh-tokoh para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan yang lainnya. Beliau adalah pelopor dalam membangun gerakan kemerdekaan, maka pemuda hari ini harus menjadi pelopor dan penggerak dalam pembangunan bangsa.
Pemuda sebagai penggerak pembangunan di desa-desa untuk memberikan tetesan keadilan bagi masyarakat desa. Jika saja pemuda-pemuda bangsa saat ini memiliki karakter seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan yang lainnya yang rela berjuang demi bangsa dan Negara, maka bukan saja Indonesia yang akan berubah, dunia pun akan berubah. Pancasila Jaya, Indonesia Maju Adi Daya.
Selamat Hari Lahir Pancasila
Salam Pancasila
Penulis: Adi Kurniawan, M.Si (Direktur Ideologi dan Politik Perkumpulan Pembangunan Karakter dan Kebangsaan/Nation and Character Building Institute-NCBI)